Selasa, 14 April 2015

Manusia Karbitan

Hidup tak harus tentang apa yang aku cintai, yang aku ingini, dan apa yang ada dimimpiku. Kadang hatiku berkata “jalani hidup seperti air mengalir”,

Dan kau tau? itu hanya istilah.

Yang dalam kenyataannya aku tak boleh beranggapan seperti itu, hidup harus tertata, difikirkan, dan terencana. Dan sekarang aku mengerti, berfikir tidak hanya untuk satu detik ke depan, melainkan untuk satu tahun kemudian, dan dengan berbagai kemungkinan. Agar disaat kemungkinan-kemungkinan itu terjadi, aku tlah mengerti akan melakukan apa dan bagaimana untuk mengatasinya.

Karena tak ada yang tak mungkin di hidup ini. Dulu, saat diriku beranggapan bahwa hidup adalah mudah, itu tak lain karena aku belum memasuki kehidupanku yang sebenarnya.
Dan kini, hmmm.. kurasa aku sedikit mengerti akan hidup.
Ya, just a little.

Sekarang, setelah berbagai macam cobaan dan halangan yang mengganggu hidupku, aku tau bahwa hidup tak selebar daun kelor, seperti kata Bondan Prakoso salah satu inspiratorku.

Semuanya dapat terjadi. Dan aku harus siap menjadi manusia yang sesungguhnya. Beranjak dari sifatku yang masih teramat sangat labil, aku dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan mereka yang telah mengerti segalanya tentang hidup.

Bagai buah yang belum waktunya matang, sang pemilik tak ingin terlalu lama menunggu saat aku matang, dan tak ada jalan lain selain karbit.
What?!
Hidup di karbit?
Tapi memang itu kenyataan yang menimpaku saat ini.

Dan aku tak bisa mengelak. Menurutku untuk menjadi manusia yang dewasa dan mandiri tidak cukup dengan waktu yang singkat. Proses pendewasaan diri adalah proses yang seharusnya tanpa paksaan dan kehendak dari orang lain. Tapi tidak untukku.

Dengan usiaku saat ini, menurutku belum waktunya aku untuk menjadi dewasa (walaupun aku tau dewasa tidak diukur dengan usia). Aku tak bisa menerima sesuatu yang serba ‘tiba-tiba’, tiba-tiba dipaksa dewasa, dan tiba-tiba dipaksa mandiri. Aku rasa tak hanya aku yang seperti itu, tapi juga kalian.

Hati dan fikiranku memberontak, protes dengan apa yang terjadi saat ini.
Mengapa hidupku seperti ini?
Haruskah aku menjadi buah yang dikarbit?
Aku tak mau!
Ini bukan inginku.
Mengapa aku tak diijinkan untuk memilih jalanku sendiri? Menjadi yang aku ingini dan...

Ah, hanya sia-sia.

Tak seharusnya aku memberontak seperti ini. Hanya akan membuat semuanya lebih kacau. Apa pernah terbayangkan oleh kalian, dipaksa untuk mencintai sesuatu yang tak kita sukai. Sangat sulit. Mengenal saja sebenarnya aku tak mau, bagaimana aku akan mencintai sesuatu itu? Tapi aku yakin Engkau punya rencana lain untukku.

Dan sampai pada akhirnya, ada satu kalimat yang harus menjadi pedomanku untuk menjalani semuanya. “Bergeraklah, maka secara tidak langsung kamu akan termotivasi”.

Sangat tepat.

Disaat aku teringat akan impianku yang sangat berbeda dengan apa yang aku jalani sekarang, aku selalu ingat akan kalimat itu. Kalimat itu yang membuat aku sanggup menjalani semuanya. Kalimat itu juga yang membuatku termotivasi untuk menjadi yang mereka inginkan. Karena sesungguhnya hidupku tak hanya untukku. Tapi untuk semua yang ada disekelilingku. Kalian yang mencintaiku, semua yang kulakukan untuk kalian. Walau sebenarnya tidak untukku. I’ll loving u all, ever :)


Hmm.. cinta?
Ya, aku punya cinta. Cinta adalah salah satu dari sekian hal yang membuat aku mampu berdiri sampai saat ini, sampai aku disini duduk merenungi dan mencoba menumpahkan semua amarahku disini. Siapa cintaku? Dan apakah dia juga mencintaiku?
Jelas, aku tak mungkin mencintai sesuatu atau seseorang yang tak mencintaiku. Layaknya hidup, selain kalimat pedoman di alinea sebelumnya, ada lagi pedoman untuk hidupku. “Aku akan menghargai semua yang menghargaiku, dan tak akan pernah aku menghargai sesuatu ataupun seseorang yang tak menghargaiku”. Terdengar sedikit egois memang, tapi ya itulah aku. Aku tak mau dirugikan, karna hidupku sudah terlalu merugi.

Aku mencintai yang telah melahirkanku, mengasuhku, dan menyayangiku tulus dari hatinya. Beliau adalah ibu. Wanita yang rela mengorbankan segalanya untukku. Aku tlah menghabiskan banyak keringatnya. Apapun yang ku lakukan, beliau selalu mendukungku dari belakang.
Beliau mendengar apa yang tak kuucapkan, dan mengerti apa yang aku fikirkan. Dan setelah aku mengerti apa arti ibu dalam hidupku, tertanam niat dalam hatiku : hidupku untukmu, Ibu.

Dan tak perlu dijelaskanpun, sudah jelas beliau juga mencintaiku. Buktinya ? beliau rela melakukan hal apapun untuk membahagiakanku, atau hanya untuk membuatku tersenyum saat tak ada yang bisa melakukannya. Dengan tangannya yang lembut, pelukan hangat ditubuhku selalu membuatku nyaman berada disampingnya.
Dan sampai saat ini pun, saat semuanya tak berpihak padaku, beliau dengan senyum dan nasihatnya selalu membuatku tak berputus asa.

Yang paling membuatku mencintai ibuku adalah, beliau rela melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan oleh seorang ibu, dan hanya demi aku dan kebahagiaanku.
Hmm, i love u Ibu.

Jakarta, 26 November 2012

By
Khanza - 17th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar